Jumat, 02 Desember 2011

SEJARAH LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERSOALAN KALAM/TEOLOGI DALAM ISLAM

SEJARAH LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERSOALAN KALAM/TEOLOGI DALAM ISLAM
Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang mengangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berujung pada penolakan Mu’awiyah terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan ini mengakibatkan timbulnya perang siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim(arbitrase).
Kemudian hal ini mengakibatkan perpecahan di pasukan Ali sehingga pasukan Ali terbagi menjadi dua. Yang tetap mendukung keputusan Ali disebut golongan Syi’ah sedangkan yang tidak setuju dan keluar dari pasukan Ali disebut golongan Khawarij.
Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang tidak kafir. Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam, yaitu:
·         Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari islam(murtad)dan wajib di bunuh.
·         Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa besar yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
·         Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat diatas. Bagi mereka, orang yang berbuat dosa besar bukan kafir tapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir yang dalam bahasa arabnya dikenal dengan istilah al-manzilah manzilatain.
Dalam islam kemudian muncul lagi dua aliran yaitu Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sedangkan Jabariyah berpendapat sebaliknya yaitu manusia tidak punya kemerdekaan berkehendak dan berbuat.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat tantangan dari golongan hambal yang mengambil bentuk aliran tradisional yang dipelopori oleh Abu Hasan Al-Asy’ari(935 M).dan juga dari teologi Maturidiyah yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi.
Aliran-aliran Khawarij, Murji’ah, dan Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi saat ini, kecuali  dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai saat ini adalah aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah yang dikenal dengan ahlusunnah wal jama’ah.
a.       Khawarij
Subsekte khawarij yang sangat ekstrim yaitu Azariqah, menggunakan istilah yang lebih mengerikan daripada kafir yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dalam barisan mereka, sedangkan pelaku  dosa besar dalam pandangan mereka disebut kafir millah(agama), dan itu artinya dia sudah keluar dari islam. Si kafir semacam ini kekal di neraka bersama orang kafir lainnya.
Subsekte Najdah tak jauh berbeda dari Azariqah. Jika Azariqah memberi predikat kepada umat islam yang tidak masuk dalam kelompok mereka, Najdah pun memberi predikat  yang sama terhadap orang yang melakukan dosa kecil secara berkesinambungan. Akan halnya dengan dosa besar yang dilakukan tidak terus menerus, pelakunya dipandang kafir dan jika dilakukan secara kontinu dipandang musyrik.
Iman dalam pandangan khawarij tidak hanya percaya kepada Allah, mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Dengan demikian, siapapun yang menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetaapi tidak melaksanakan kewajiban agama malah melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh khawarij.
Subsekte Khawarij yang sangat moderat (Ibadiyah) memilikki pandangan yang berbeda bahwa setiap pelku dosa besar tetap sebagai muwahhid (yang mengesakan Tuhan), tetapi bukan mukmin atau disebut kafir nikmat dan bukan nikmat millah(agama). Siksaannya di neraka selamanya bersama orang kafir lainnya.
b.      Murji’ah
Subsekte Murji’ah ekstrim(Murji’ah Bid’ah) berpendapat bahwa keimanan terletak dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa yang ada didalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.
Kredo kelompok Murji’ah ekstrim yang terkenal adalah “Perbuatan tidak dapat menggugurkan keimanan, sebagaimana ketaatan pun tidak dapat membawa kekufuran .“ Dapat disimpulkan bahwa kelompok ini memandang bahwa pelaku dosa besar akan disiksa di neraka.
Sementara Murji’ah moderat berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada dosa yang dilakukannya. Kendati pun demikian, masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksa neraka.
Pendapat Abu Hanifah tentang pelaku dosa besar dan konsep iman tidak jauh berbeda dengan kelompok Murji’ah moderat lainnya. Ia berpendapat bahwa seorang pelaku dosa besar masih tetap mukmin, tetapi bukan berarti bahwa dosa yang diperbuatnya tidak berimplikasi. Andaikata masuk neraka, karena Allah menghendakinya, ia tak akan kekal didalamnya. Disamping itu, iman menurut Abu Hanifahadalah iqrar dan tashdiq. Ditambahkannya pula bahwa iman tidak berkurang dan tidak bertambah. Agaknya ini merupakan sikap umum yang ditunjukkan oleh Murji’ah baik ekstrim maupun moderat.
c.       Paham Qadariyah dan Jabariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminology, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinterverensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendak sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuasaan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai Qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Jabariayah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Didalam Al-munjid, dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain, manusia mengerjakn perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa inggris, Jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.
Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan moderat. Diantara doktrin Jabariyah ekstrim adala pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia  bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauan sendiri, tapi timbul karena qadha dan qadar  Tuhan yang menghendaki demikian.
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia punya bagian dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab(acquisitin). Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur(dipaksa Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan.
d.      Mu’tazilah
Secara harfiyah kata mu’tazilah berasal dari kata I’tazila yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Ajaran dasar Mu’tazilah yang tertuang dalam al-ushul al-khamsah adalah :
·         At-tauhid
At-tauhid(pengesaan Tuhan)merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah. Bagi mu’tazilah tauhid memiliki arti yang sfesifik. Tuhan harus di sucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi kemahaesaan-Nya. Oleh karena itu, hanya Dialah yang qadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’addud al-qudama.
Untuk memurnikan keesan Tuhan (tanzih), mu’tazilah menolak konsef Tuhan memiliki sifat-sifat  
penggambaran fisik Tuhan (antromorfisme tajassum), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Dia maha melihat, mendengar, kuasa, mengetahui, dan sebagainya itu bukan sifat melainkan dzat-Nya.
·         Al-Adl
Al-Adl berarti Tuhan maha adi. Adil ini merupakan sifat yang gambling untuk menunjukkan kesempurnaan. Tuhan dipendang adil apabila bertindak hanya yang baik(ash-shalah) dan terbaik (al-ashlah0, dan bukan yang tidak baik.
·         Al-wa’d wa al-wa’id
Al-wa’d wa al-wa’id berarti janji dan ancaman. Tuhan yang maha adil dan maha bijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-Nya sendiri, yaitu member pahala surge bagi yang berbuat baik(al-muthi) dan mengancam dengan siksa neraka atas orang yang durhaka (al-ashi).
·         Al-Manzilah bain al-manzilatain
Ajaran ini terkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosa besar. Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan belum tobat buakan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik.
·         Al-Amr bi al-ma’ruf wa An-Nahy an Munkar
Ajaran dasar kelima adalah menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran (Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy an Munkar. Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Perbedaan mazhab mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini terletak pada tatanan pelaksanaannya. Menurut mu'tazilah, jika memang diperlukan, kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut. Sejarahpun telah mencatat kekerasan yang pernah dilakukannya ketika menyiarkan ajaran-ajarannya.
e.       Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah adalah aliran sinkretis yang berusaha mengambil sikap tengah-tengah antara dua kutub akal dan naql, antara kaum Salaf dan kaum Mu’tazilah. Kaum Asy’ariyah puas dengan menyelaraskan antara kedua belah pihak, mencapai pandangan tengah-tengah yang akhirnya dijadikan prinsip yang dipegangi secara teguh oleh generasi kemudian dan menjadi mantap khususnya di abad-abad terakhir.
Gerakan Asy’ariyah mulai abad ke-4 H. terlibat dalam konflik dengan kelompok-kelompok lai, khususnya Mu’tazilah.hingga hari ini, pendapat Asy’ariyah tetap menjadiakidah ahl as-sunnah. Pendapatnya dekat sekali dengan pendapat Maturidi yang satu saat pernah ia disebabkan persaingan dalam masalah fiqh, karena ia mewakili orang-orang Syafi’iah dan Malikiah mendominasi pendapat Asy’ari.           
Para pengikut imam Syafi’i dan Maliki mendukung kaum Asy’ariyah, dan berjuang keras untung menyebarkannya hingga ke Andalusia dan Afrika Utara.
f.       Maturidiyah
Al-Maturidi merupakan salah satu sekte ahl as-sunnah wal jama’ah, yang tampil bersama dengan Asy’ariyah. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstriminitaskaum rasional dimana yang berada di barisan depan adalah Mu’tazilah, maupun ekstriminitas kaum tekstualis dimana yang berada pada barisan paling depan adalah kaum Hanabilah (imam Hambal).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar