Minggu, 18 September 2011

DINASTI ABBASIYAH


A.    Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1] \
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[2]
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.[3]
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1.      Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.      Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3.      Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.[4] 
            Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun[5];
a)      Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b)      Keturunan Abbas  (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c)      Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany;
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/ 750-754 M.[6]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai  pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk. Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut.
a.      Bani Abas (750-932 M
1)      Khalifah Abu AbasAs-Safak (750-754 M)
2)      Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
3)      Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)
4)      Khalifah Al Hadi (775-776 M)
5)      Khalifah Harun Al-Rasyid (776-809 M)
6)      Khalifah Al-Amin (809-813 M)
7)      Khalifah Al-Makmun (813-633 M)
8)      Khalifdah Al-Mu’tasim (833-842 M)
9)      Khalifah Al-Wasiq ( 842-847 M)
10)  Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)
11)  ….
b.       Bani Buwaihi (932-107 5M)
1)      Khalifah Al-Kahir (932-934 M)
2)      Khalifah Ar-Radi (934-940 M
3)      Khalifah Al-Mustaqi (943-944 M)
4)      Khalifah Al-Muktakfi (944-946 M)
5)      Khalifal Al-Mufi (946-974 M)
6)      Dst …
c.       Bani Seljuk
1)      Khalifah Al-Muktadi (1075-1048 M)
2)      Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)
3)      Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)
4)      Dst …[7]
Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a.      Periode Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan Besi
Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah. Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah.[8]
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya….[9]
b.      Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.[10]
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor penting yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua, profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.
c.       Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan \Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.[11]
d.      Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah. [12]



e.       Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.[13]
B.     Dinasti Kecil di Barat
Lima tahun setelah berdirinya kekhalifahan Abbasiyah, Abd al-Rahman muda, satu-satunta keturunan Dinasti Umayyah yang  dari pembantaia masal. Satu tahun kemudian, tahu 756, dia mendirikan sebua Dinastiyang kelak menjadi dinasti besar.
Selanjutnya  pada 785, Idris ibn Abdullah, cicit al-Hasan ikut serta dalam salahsatu pemberontakan sengit kelompok Ali di Madinah. Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia menyelamatkan diri ke \Maroko (al-Maghrib). Disana dia berhasil mendirikan kerajaan yang mengabadikan namanya selama hampir dua abad (788-974) berikutnya yaitu Idrisiyah, yang menjadikan Fez, sebagai ibukota utamanya adalah dinasti Syiah pertama dalam sejarah.
Ketika Idrisiyah-Syiah meluaskan daerah kekuasaannya di sebagian Barat Afrika Utara, Aglabiyah_Sunni juga melakukan hal yang sama ditimur. Di luar wilayah yang dinamakan Ifriqiyah (Afrii ka kecil, terutama Tunisia)., Harun al-Rasyid pada 800 telah mengangkat Ibrahim ibn al-Aglab sebagai gubernur dan berdiri sendiri dalam memerintah.
C.    Dinasti Kecil di Timur
Dinasti selanjutnya adalah ZiyadatAllah merupakan penerus Ibrahim. Dinasti itu menjadi salah satu titik penting dalam sejarah konflik berkepanjangan antar Asia dan Eropa. Dengan armadanya yang lengkap, mereka memporak-poranadakan kawasan pesisir Italia, Prancis, Korsika, dan Sardinia.
Tidak lama setelah tuntasnya pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di Mesir dan Suriah, muncul lagi diasti Turki lain yang masih keturunan faghanah  yakni Iksidiyah yang didirikan di Fushtat. Pendirinya adlah Muhammad ibn Thughj (935-946). Dnasti sebelum Iksidiyah adalah dinasti Thulun yang berumur pendek (869-905), di Mesir dan Suriah adalah Ahmad ibn Thulun.
Ke wilayah utara, Iksidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu Dinasti Hamdaniyah yang Syiah.dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotamia dengan Mosul sebagai ibukotanya.. mereka adalah keturunan Hamdan ibn Hamdun dari suku Thalib, di bawah pimpinan Syf al-Dawlah.
Saat dinasti-dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah kekuasaan khalifah di Barat, proses yang sama juga tengah terjadi di timur, terutama dilakukan oleh orang Turki dan Persia.
Dinasti yang pertama mendirikan sebuah Negara semi-independen disebelah timur Baghdad adalah orang yang pernah dipercaya al-Ma’mun untuk menduuduki  jabatan jenderal yakni Thahir ibn al-Husayn dari Khurasan. Ia pendiri dinasti Tahiriah berkuasa sampai tahun 872, dan digantikan oleh Dinasti Saffariyah. Yang bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia selama 41 tahun (867-908), didirikan oleh Ya’qub ibn al-Laits al-Saffar. Kemudian dinasti ini digantikan oleh Dinasti Samaniyyah yang didirikan oleh Nashr ibn Ahmad (874-892)
Salah seorang budak Turki yang disukai dan dihargai oleh penguasa Samaniyyah,serta dianugerahi pos penting dalam pemerintahan  adalah Alptigin. Pada 962, dia merebut Ghaznah terletak di Afghanistan dari tangan penguasa pribumi dan mendirikan sebuah kerajaan independen dan berkembang menjadi imperium Ghaznawi,.Wilayahnya meliputi Afghanistan dan Punjab (962-1186), pendiri Dinasti Ghaznawi yang sesungguhnya adalah Subuktigin. Enam belas raja Ghaznawi  yang kemudian menggantikannya adalah keturunan langsung darinya.[14]


[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) h..49
[2] Abu Su’ud, Islamologi, cet. I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 72. 
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam cet.I,(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), h. 143.
[4] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003), h. 47.
[5] Ibid, h. 48.
[6] Ibid.
[7] Abu Su’ud, Islamologi, cet. I, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2003 ), h. 73-74.
[8] Ibid, h 74.
[9] Ibid , h. 78.
[10] Ibid, h. 79.
[11] Abu su’ud, h. 80.
[12] Ibid 
[13] Abu Su’ud, h. 81.
[14] Karim, Abdul, M. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam cet.I,(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.h. 103.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar